LORONG
KAMPUS
Berjalan sendiri
menapaki lorong kampus (caillahhh jomblo). Namaku Faiha, salah satu mahasiswi
Universitas negeri di kota Pontianak. Aku tergolong mahasiswi yang tidak begitu
pintar namun tidak juga tergolong oon. :P
Selasa yang indah, aku
dengan ogah-ogahan bangun dari tempat tidur. Melanjutkan tugas yang sudah lama
tak ku sentuh. Yaaa, untuk matakuliah ini rasanya malesin. ku kerjakan
seadanya, nanti akan ku lanjutkan dikelas (nyontek maksudnya).
Sesampai di kampus aku
bertemu sesosok (serem ehh sesosok) lelaki yang lumayan tinggi, tidak begitu
tampan namun harum cuyy. ;D
Hanya berpapasan di
lorong kampus, namun rasanya seperti ada reaksi penguraian perasaan di hatiku
(ya ampuun ehh). Ehh udah sampai aja di kelas yang sederhana ini. :o ku pilih
bangku pojok. Disampingku ada lili, dia orang yang cukup dekat dengan ku, yaa
bisa dibilang sahabat.
“selamat pagi semua”
tiba-tiba muncul suara cowok.
Oohhh Tuhan, dia
laki-laki tadi. Ser serran hati ini. Ternyata dia dosen baru. “Alamakk, dak konsenlah aku niii, dahlah
makul ini aku bebal ehh die pula yang ngajar dak ke dak konsen jadinye aku ni”
kira-kira begitulah kata hatiku dalam Bahasa melayu kami. Hehehe
Ganteng sih, tapi gaya
bicaranya kurang oke. Ada gagap gagapnya gitu. :D
“ehh
li, ngerti dak same yang die bilang tu, ngomongnye dak jelas”
kataku kepada lili
Eehh si lili ketawa, “kamfreett ni budak ketawa pula” pak
Doni (dosen itu) melihat kearah kami.
“ngapain kalian
tertawa, ada yang salah”
“dak pak” muka ku
mungkin seperti kepiting rebus saking malunya ditegur.
Nyebelin juga tu dosen,
jadi takut sama dia. Huhuhu
Jadi setiap
matakuliahnya aku perhatikan dia mengajar, tapi tetap aku tidak pernah duduk
didepan. Hehehe
Sudah hampir sebulan
pak Doni mengajar kami. Hari ini entah mengapa aku lemas sekali, malas rasanya
mau kuliah. Namun apalah daya demi menjadi seorang ibu yang cerdas aku
kuat-kuatin aja (lebah-lebah). Konsentrasi ku mulai pecah, mataku sangat
mengantuk. Tiba-tiba terdengar suara “Faiha, kamu paham?” aku terdiam seperti
orang kebingungan, kok bias dia hafal nama ku. Aku hanya mengangguk saja.
Setelah hari itu, dia
sering memanggil namaku di kelas. Ada rasa yang tidak bisa ku gambarkan. Sangat
abstrak seperti halnya atom, sulit sekali menggambarkannya. Apakah ini suka?
Aku mencoba menepis rasa yang tidak pantas tumbuh. Segera ku beri inhibitor
agar perasaanku ini terhambat.
Namun apalah daya, walau
sudah berusaha menepis tetap saja terasa indah memandangnya. Ditambah lagi
katalisatornya teman-teman yang suka mengodaku dengan pak Doni.
Aku harus biasa-biasa
saja tekadku. Hari itu dia meminta untuk diberi jam tambahan kuliah dilain
hari. Lalu, pak Doni pun meminta no hp
yang bisa dihubungi, ehhh ketika ada yang nawarin dia nggak mau, malah maunya
no hp ku. (gagal ni move on)
Selama no hp ku ada
padanya aku dan dia sering sms bahkan telponan, namun dalam system yang wajar. Lama
kelamaan, tidak bisa dipungkirilah yaa, yang namanya cewek pasti melibatkan
perasaan. “SUKA?” IYA, aku mulai mengakui perasaan itu. Terlebih cara dia
memperlakukanku terasa istimewa.
Ketika himpunan yang
kuikuti mengadakan acara, dan aku sebagai salah satu coordinator acara itu. Mencari
dosen yang bisa dijadikan juri lomba ya hanya dia sepertinya yang tidak terlalu
sibuk (sok tau hihihi). Acara ini
jugalah yang membuat aku dan dia semakin dekat. Terkadang dia meminta
saran kepada ku untuk beberapa hal, bercanda pun sudah sering kami lakukan dan
semua hal itu ku tutupi dari teman-temanku.
Hari-hari yang berlalu
begitu indah terasa, semangat belajar kian meningkat. Mungkin ini efek dari
tumbukan-tumbukan molekul perasaan yang tak dapat tergambarkan. :D
Penasaran ku terhadap
dia semakin tinggi, tanpa sengaja aku melihat IG nya. Ku buka satu per satu foto
yang di postingnya. Ya Tuhan, ni orang banyak banget yg suka. Banyak mahasiswi
yg nongkrong di komen fotonya. Aku mulai ragu dengan “rasa” ini. Apalah aku
jika dibandingkan dengan cewek-cewek yang menyukainya itu.
Ku langkahkan kaki dilorong
kampus, lorong yang sama saat ku melihat dia pertama kali. Kali ini mungkin
Tuhan punya rencana lain, ku lihat dia diseberang sana bersama beberapa
mahasiswi dan terdengar “ciee bapak, ni Mutia nya, di kelas jak suka
dipanggil-panggil” aku hanya terdiam, tiba-tiba langkah kaki ini terhenti. “ohh…
ternyata sama saja” yaa!! Sama saja, dia dan lelaki lainnya, sama saja. Atau hanya
aku yang terlalu berperasaan. Sakit sih, sakit beudd (anak alay)
Terlalu cepat
menyimpulkan dia lelaki yang beda, terlalu cepat melibatkan perasaan. Rasanya jera
untuk melibatkan rasa. Semenjak aku tau dia juga memperlakukan yang lain
seperti aku, aku merasa biasa saja. Bahkan ketika aku tau dia memandangku
diam-diam aku tetap pura-pura tidak tau. Bukan urusanku sekarang dia mau
memanggilku, mencariku ketika tidak masuk atau ketika dia meminta diingatkan
masuk dikelas. Bukannya aku membenci dia, hanya saja aku terlalu takut hatiku
terluka. Bukan, BUKAN dia yang menyakitiku, namun perasaanku sendiri yang
membuat luka.
Ku akhiri saja perasaan
tersembunyiku pada dia, dosen muda. Lebih baik seperti ini. Jika dia
benar-benar punya rasa, dia dong yang harus datang. hehehehe
tolong jangan BAPER ^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar