Sabtu, 18 Juni 2016

LORONG KAMPUS (hanya cerita fiktif)

LORONG KAMPUS
Berjalan sendiri menapaki lorong kampus (caillahhh jomblo). Namaku Faiha, salah satu mahasiswi Universitas negeri di kota Pontianak. Aku tergolong mahasiswi yang tidak begitu pintar namun tidak juga tergolong oon. :P
Selasa yang indah, aku dengan ogah-ogahan bangun dari tempat tidur. Melanjutkan tugas yang sudah lama tak ku sentuh. Yaaa, untuk matakuliah ini rasanya malesin. ku kerjakan seadanya, nanti akan ku lanjutkan dikelas (nyontek maksudnya).
Sesampai di kampus aku bertemu sesosok (serem ehh sesosok) lelaki yang lumayan tinggi, tidak begitu tampan namun harum cuyy. ;D
Hanya berpapasan di lorong kampus, namun rasanya seperti ada reaksi penguraian perasaan di hatiku (ya ampuun ehh). Ehh udah sampai aja di kelas yang sederhana ini. :o ku pilih bangku pojok. Disampingku ada lili, dia orang yang cukup dekat dengan ku, yaa bisa dibilang sahabat.
“selamat pagi semua” tiba-tiba muncul suara cowok.
Oohhh Tuhan, dia laki-laki tadi. Ser serran hati ini. Ternyata dia dosen baru. “Alamakk, dak konsenlah aku niii, dahlah makul ini aku bebal ehh die pula yang ngajar dak ke dak konsen jadinye aku ni” kira-kira begitulah kata hatiku dalam Bahasa melayu kami. Hehehe
Ganteng sih, tapi gaya bicaranya kurang oke. Ada gagap gagapnya gitu. :D
“ehh li, ngerti dak same yang die bilang tu, ngomongnye dak jelas” kataku kepada lili
Eehh si lili ketawa, “kamfreett ni budak ketawa pula” pak Doni (dosen itu) melihat kearah kami.
“ngapain kalian tertawa, ada yang salah”
“dak pak” muka ku mungkin seperti kepiting rebus saking malunya ditegur.
Nyebelin juga tu dosen, jadi takut sama dia. Huhuhu
Jadi setiap matakuliahnya aku perhatikan dia mengajar, tapi tetap aku tidak pernah duduk didepan. Hehehe
Sudah hampir sebulan pak Doni mengajar kami. Hari ini entah mengapa aku lemas sekali, malas rasanya mau kuliah. Namun apalah daya demi menjadi seorang ibu yang cerdas aku kuat-kuatin aja (lebah-lebah). Konsentrasi ku mulai pecah, mataku sangat mengantuk. Tiba-tiba terdengar suara “Faiha, kamu paham?” aku terdiam seperti orang kebingungan, kok bias dia hafal nama ku. Aku hanya mengangguk saja.
Setelah hari itu, dia sering memanggil namaku di kelas. Ada rasa yang tidak bisa ku gambarkan. Sangat abstrak seperti halnya atom, sulit sekali menggambarkannya. Apakah ini suka? Aku mencoba menepis rasa yang tidak pantas tumbuh. Segera ku beri inhibitor agar perasaanku ini terhambat.
Namun apalah daya, walau sudah berusaha menepis tetap saja terasa indah memandangnya. Ditambah lagi katalisatornya teman-teman yang suka mengodaku dengan pak Doni.
Aku harus biasa-biasa saja tekadku. Hari itu dia meminta untuk diberi jam tambahan kuliah dilain hari. Lalu, pak Doni pun meminta no hp yang bisa dihubungi, ehhh ketika ada yang nawarin dia nggak mau, malah maunya no hp ku. (gagal ni move on)
Selama no hp ku ada padanya aku dan dia sering sms bahkan telponan, namun dalam system yang wajar. Lama kelamaan, tidak bisa dipungkirilah yaa, yang namanya cewek pasti melibatkan perasaan. “SUKA?” IYA, aku mulai mengakui perasaan itu. Terlebih cara dia memperlakukanku terasa istimewa.
Ketika himpunan yang kuikuti mengadakan acara, dan aku sebagai salah satu coordinator acara itu. Mencari dosen yang bisa dijadikan juri lomba ya hanya dia sepertinya yang tidak terlalu sibuk (sok tau hihihi). Acara ini  jugalah yang membuat aku dan dia semakin dekat. Terkadang dia meminta saran kepada ku untuk beberapa hal, bercanda pun sudah sering kami lakukan dan semua hal itu ku tutupi dari teman-temanku.
Hari-hari yang berlalu begitu indah terasa, semangat belajar kian meningkat. Mungkin ini efek dari tumbukan-tumbukan molekul perasaan yang tak dapat tergambarkan. :D
Penasaran ku terhadap dia semakin tinggi, tanpa sengaja aku melihat IG nya. Ku buka satu per satu foto yang di postingnya. Ya Tuhan, ni orang banyak banget yg suka. Banyak mahasiswi yg nongkrong di komen fotonya. Aku mulai ragu dengan “rasa” ini. Apalah aku jika dibandingkan dengan cewek-cewek yang menyukainya itu.
Ku langkahkan kaki dilorong kampus, lorong yang sama saat ku melihat dia pertama kali. Kali ini mungkin Tuhan punya rencana lain, ku lihat dia diseberang sana bersama beberapa mahasiswi dan terdengar “ciee bapak, ni Mutia nya, di kelas jak suka dipanggil-panggil” aku hanya terdiam, tiba-tiba langkah kaki ini terhenti. “ohh… ternyata sama saja” yaa!! Sama saja, dia dan lelaki lainnya, sama saja. Atau hanya aku yang terlalu berperasaan. Sakit sih, sakit beudd (anak alay)
Terlalu cepat menyimpulkan dia lelaki yang beda, terlalu cepat melibatkan perasaan. Rasanya jera untuk melibatkan rasa. Semenjak aku tau dia juga memperlakukan yang lain seperti aku, aku merasa biasa saja. Bahkan ketika aku tau dia memandangku diam-diam aku tetap pura-pura tidak tau. Bukan urusanku sekarang dia mau memanggilku, mencariku ketika tidak masuk atau ketika dia meminta diingatkan masuk dikelas. Bukannya aku membenci dia, hanya saja aku terlalu takut hatiku terluka. Bukan, BUKAN dia yang menyakitiku, namun perasaanku sendiri yang membuat luka.
Ku akhiri saja perasaan tersembunyiku pada dia, dosen muda. Lebih baik seperti ini. Jika dia benar-benar punya rasa, dia dong yang harus datang. hehehehe

 tolong jangan BAPER ^^